Desa Polaman, Kecamatan Mijen, Semarang, menjadi salah satu contoh nyata bagaimana inovasi berbasis teknologi dapat diintegrasikan dalam kehidupan masyarakat untuk menciptakan solusi berkelanjutan. Melalui program Iptek bagi Desa Binaan Universitas Diponegoro (Undip), masyarakat Desa Polaman diberdayakan untuk mengolah sampah organik dengan metode biokonversi menggunakan maggot. Melalui kegiatan IDBU ini menjelaskan bagaimana langkah ini menjadi wujud nyata implementasi Green Circular Economy, sekaligus menghasilkan produk bermanfaat berupa pakan ternak alternatif.

Sampah organik kerap menjadi permasalahan utama di banyak desa, termasuk Desa Polaman. Timbunan sampah yang tidak terkelola dengan baik tidak hanya mencemari lingkungan, tetapi juga menjadi sumber penyakit. Biokonversi maggot atau larva Black Soldier Fly (Hermetia illucens) menawarkan solusi praktis sekaligus inovatif. Dalam proses ini, maggot digunakan untuk mengurai sampah organik, seperti sisa makanan dan limbah dapur. Maggot memiliki kemampuan mengolah sampah organik secara cepat dan efektif, mengubahnya menjadi pupuk organik berkualitas tinggi dan biomassa maggot yang kaya akan nutrisi.

Potensi pengembangan maggot guna menghasilkan circular economy

Program ini dimulai dengan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pengolahan sampah organik dan manfaat biokonversi maggot. Dengan bimbingan tim Undip, masyarakat diberi pelatihan mulai dari pengelolaan sampah, pembudidayaan maggot, hingga teknik produksi pakan ternak dari hasil biomassa maggot. Selain pelatihan, program ini juga memperkenalkan teknologi pendukung, seperti alat fermentasi limbah organik dan kandang budidaya maggot yang ramah lingkungan. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan keterampilan masyarakat, tetapi juga memberikan dampak ekonomi langsung melalui produksi pakan ternak alternatif.

Ketua tim pengabdian IDBU, Siswo Sumardiono, menyampaikan bahwa program ini tidak hanya berfokus pada solusi lingkungan, tetapi juga pada peningkatan kapasitas masyarakat. “Kami ingin masyarakat Desa Polaman tidak hanya mampu mengolah sampah secara mandiri, tetapi juga dapat merasakan manfaat ekonominya. Dengan mengadopsi teknologi biokonversi maggot, masyarakat bisa menjadi pionir dalam implementasi Green Circular Economy di tingkat desa,” ungkap Siswo. Sementara itu, anggota tim IDBU, Hermawan Dwi Ariyanto, menambahkan bahwa kolaborasi antara akademisi dan masyarakat sangat penting dalam menciptakan inovasi yang relevan. “Melalui pendekatan yang sistematis dan edukatif, kami berharap masyarakat tidak hanya memahami konsep teknologi ini, tetapi juga mampu mengembangkannya secara berkelanjutan. Kami percaya Desa Polaman dapat menjadi contoh bagi desa-desa lain,” ujar Hermawan.

Proses finishing rumah maggot tahap 2

Ketua Mitra Bank Sampah Polaman Resik Sejahtera, Haryono, menyampaikan apresiasinya terhadap program ini. Ia menekankan bahwa program ini menjadi langkah besar bagi desa dalam mengelola limbah organik secara mandiri. “Kami sangat terbantu dengan program ini. Tidak hanya memberikan solusi terhadap masalah sampah, tetapi juga membuka peluang usaha baru bagi masyarakat. Dengan adanya maggot, kami bisa mengolah limbah organik menjadi sesuatu yang bernilai ekonomi, seperti pakan ternak dan pupuk. Ini adalah perubahan yang sangat positif untuk Desa Polaman,” pungkas Haryono. Ia juga berharap agar program ini dapat terus dikembangkan sehingga masyarakat dapat semakin mandiri dalam pengelolaan sampah sekaligus mendukung ekonomi desa.

Proses pemasangan papan nama rumah maggot

Program pemberdayaan masyarakat Desa Polaman melalui biokonversi maggot tidak hanya menjadi solusi inovatif dalam pengolahan sampah organik, tetapi juga mendukung pengembangan ekonomi lokal berbasis keberlanjutan. Pada akhirnya proses biokonversi dapat mengurangi volume sampah organik hingga 70-80%, mengurangi beban TPA (Tempat Pembuangan Akhir).